Banyak investor pemula merasa telah melakukan semuanya dengan benar. Mereka membaca laporan analis, mengikuti rekomendasi ahli, menonton ulasan ekonomi, dan mencari pendapat profesional pasar modal. Namun pada akhirnya, portofolio justru stagnan atau malah merugi. Situasi ini menciptakan frustrasi karena investor merasa sudah “taat aturan” tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Rasa fear muncul ketika harga turun, dan dorongan greed mengambil alih ketika pasar optimis. Pada titik ini, mereka mulai bertanya: mengapa sudah mengikuti rekomendasi tetapi tetap gagal?

Pasar modal Indonesia terus mencatat pertumbuhan investor baru setiap tahun. Banyak dari mereka ingin mendapatkan cuan cepat, tetapi jarang memahami bahwa rekomendasi investasi tidak dirancang sebagai sinyal beli-jual tanpa analisis tambahan. Investor sering mengambil keputusan berdasarkan target price tanpa membaca keseluruhan konteks seperti situasi ekonomi, IHSG, valuasi, atau tren global. Ketika kondisi pasar berubah, bahkan rekomendasi terbaik pun dapat memberikan hasil berbeda dari ekspektasi awal.

Fenomena kegagalan ini semakin tampak ketika IHSG berada dalam fase koreksi. Investor mengikuti rekomendasi di harga tertentu, namun pasar terus bergerak ke arah berlawanan. Karena menganggap “ahli pasti lebih tahu,” banyak investor bertahan terlalu lama atau justru panik di waktu yang salah. Di sini, psikologi pasar bekerja sangat kuat. Emosi menggantikan logika. Ketika harga naik sedikit, mereka cepat menjual. Ketika harga turun sedikit, mereka membeli lebih banyak demi menurunkan average. Pola ini terus berputar dan memicu kerugian.

Jika ditelaah lebih dalam, ada beberapa penyebab mengapa rekomendasi ahli tidak menghasilkan kinerja sama bagi semua investor. Faktor pertama adalah timing. Analis memberi rekomendasi berdasarkan valuasi dan data fundamental yang berlaku pada saat riset disusun. Investor ritel sering membacanya terlambat atau masuk ketika sentimen sudah berubah. Faktor kedua adalah horizon investasi. Banyak investor ingin hasil cepat, padahal analis biasanya memberi pandangan jangka menengah hingga panjang. Ketika harga tidak bergerak sesuai harapan dalam dua minggu, investor langsung menyimpulkan rekomendasi tersebut “salah,” padahal konteks waktunya berbeda.

Faktor ketiga adalah emosi. Tidak ada rekomendasi yang dapat mengendalikan fear & greed seseorang. Emosi membuat investor menjual terlalu cepat, membeli terlalu tinggi, atau menahan kerugian terlalu lama. Inilah alasan mengapa dua investor berbeda bisa mendapatkan hasil sangat berbeda dari rekomendasi yang sama. Yang satu disiplin dan tenang, yang satu impulsif dan panik.

Investor profesional memahami bahwa rekomendasi hanyalah titik awal. Mereka memeriksa laporan keuangan, menilai fundamental, membandingkan valuasi, dan membaca arah ekonomi. Mereka memperhatikan inflasi, kebijakan suku bunga, sentimen global, hingga arus modal asing. Dengan begitu, rekomendasi bukan sekadar sinyal, tetapi bagian dari analisis menyeluruh. Perbedaan hasil bukan terletak pada informasinya, tetapi pada cara mengolah informasi.

Pendekatan ini dapat menjadi panduan bagi investor ritel agar lebih bijak. Langkah pertama adalah mengenali profil risiko pribadi. Jika mudah panik, strategi jangka panjang mungkin tidak cocok. Langkah kedua adalah membaca rekomendasi secara lengkap, termasuk risiko dan asumsi analis. Banyak investor hanya fokus pada target harga tanpa memahami kondisi makro yang mendasari proyeksi tersebut. Langkah ketiga adalah membuat rencana sebelum mengeksekusi rekomendasi apa pun: titik masuk, batas kerugian, dan target realistis. Mindset disiplin ini membedakan investor yang bertahan dan yang tersapu volatilitas pasar.

Selain itu, investor perlu membandingkan beberapa sumber rekomendasi agar tidak terjebak bias informasi tunggal. Memahami kondisi ekonomi global juga sangat penting. Bahkan saham terbaik sekalipun dapat melemah jika pasar berada dalam fase risk-off, ketika investor global menghindari aset berisiko. Dalam situasi ini, menahan diri dan memilih strategi defensif mungkin justru langkah paling bijak.

Pada akhirnya, kegagalan investor meskipun mengikuti rekomendasi ahli bukan berarti riset tidak berguna. Justru sebaliknya, riset menjadi jauh lebih berharga ketika digunakan sebagai fondasi analisis, bukan sebagai instruksi langsung. Investasi membutuhkan logika, disiplin, dan kemampuan menahan emosi. Tanpa itu, rekomendasi terbaik sekalipun akan tampak sia-sia.

Kesimpulannya, keberhasilan dalam investasi bukan hanya soal mencari saran yang tepat, tetapi memahami keseluruhan proses pengambilan keputusan. Ketika investor mampu mengendalikan emosi, membaca konteks pasar, dan menilai risiko dengan tenang, mereka akan berada dalam posisi lebih kuat menghadapi dinamika. Ingatlah bahwa investasi itu soal logika, bukan emosi.

Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.

© 2025, magang. All rights reserved.

Artikel Lainnya oleh Tim editor emiten.com

Leave a Comment

Startup yang terus berkomitmen tingkatkan kualitas ekosistem pasar modal Indonesia

PT APLIKASI EMITEN INDONESIA