Banyak investor pemula terjebak membeli saham hanya karena harga terlihat murah atau sedang naik cepat tanpa memahami kondisi fundamental perusahaan di baliknya. Ketika harga mulai turun, rasa fear muncul dan keputusan panik pun terjadi. Sebaliknya, ketika harga terus naik, rasa greed mengambil alih, membuat investor membeli di puncak tanpa pertimbangan rasio keuangan dasar. Salah satu alat paling sederhana namun sering diabaikan untuk menghindari kesalahan itu adalah Debt To Equity Ratio (DER) — indikator penting untuk menilai seberapa sehat struktur modal sebuah perusahaan.
Di dunia investasi saham, DER sering menjadi “cermin” dari risiko keuangan yang tidak terlihat di permukaan. Banyak perusahaan tampak tumbuh pesat karena ekspansi agresif, namun ternyata dibiayai utang besar yang berpotensi menjadi bom waktu. Ketika suku bunga naik atau penjualan menurun, beban bunga dapat menghantam laba bersih dan menekan harga saham. Investor profesional tahu bahwa memahami rasio DER bukan sekadar soal angka, tapi soal menilai ketahanan bisnis menghadapi krisis.
Dalam kondisi ekonomi global yang fluktuatif, seperti saat bank sentral menaikkan suku bunga, perusahaan dengan DER tinggi sering kali tertekan karena biaya pinjaman meningkat. Sebaliknya, perusahaan dengan DER rendah memiliki ruang gerak lebih luas untuk bertahan dan bahkan memanfaatkan situasi ketika kompetitor lain kesulitan. Inilah perbedaan mendasar antara investor yang sekadar mengikuti tren dengan mereka yang mengambil keputusan berdasarkan logika fundamental.
Investor cerdas melihat DER sebagai bagian dari peta risiko. Nilai Debt To Equity Ratio dihitung dengan membagi total utang perusahaan dengan total ekuitas. Hasilnya menunjukkan seberapa besar utang dibandingkan modal sendiri. Semakin tinggi nilainya, semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap pinjaman eksternal. Tidak ada angka pasti yang dianggap ideal, karena setiap sektor memiliki karakteristik berbeda. Namun, secara umum, DER di bawah 1,0 dianggap lebih aman untuk sektor konsumsi, sedangkan sektor infrastruktur atau properti bisa mentoleransi rasio yang lebih tinggi karena kebutuhan modal besar.
Kesalahan umum investor pemula adalah mengabaikan hubungan antara DER dan arus kas. Utang yang tinggi tidak selalu buruk jika digunakan untuk ekspansi produktif yang menghasilkan pendapatan berkelanjutan. Namun jika utang hanya digunakan menambal operasional tanpa peningkatan efisiensi, maka perusahaan tersebut sedang berjalan di atas risiko likuiditas. Di sinilah peran analisis fundamental menjadi krusial — bukan hanya membaca angka, tetapi memahami cerita di balik laporan keuangan.
Banyak investor profesional mengombinasikan DER dengan indikator lain seperti Current Ratio, Interest Coverage Ratio, dan Return on Equity (ROE) untuk menilai apakah perusahaan mampu membayar kewajiban dan menghasilkan laba secara efisien. Dengan cara ini, mereka bisa memfilter saham-saham yang tampak menarik di permukaan namun rapuh di dalam. Prinsip dasarnya sederhana: perusahaan sehat tidak boleh terlalu bergantung pada utang untuk bertumbuh.
Selain itu, psikologi pasar juga berperan penting. Saat tren bullish, banyak investor mengabaikan rasio DER karena euforia pasar membuat semua harga naik. Namun begitu tren berubah, saham-saham berutang tinggi menjadi korban pertama koreksi tajam. Ketika fear mulai mendominasi pasar, hanya investor yang memegang saham dengan fundamental kuat yang bisa tetap tenang. Oleh karena itu, memahami DER bukan sekadar soal teknis analisis, tapi juga soal melatih disiplin mental agar tidak ikut panik dalam fluktuasi pasar.
Strategi sederhana bagi investor adalah selalu memasukkan evaluasi DER sebelum membeli saham apa pun. Jika angka DER menunjukkan risiko tinggi, pastikan potensi laba perusahaan cukup besar untuk menutupi biaya pinjaman. Jika tidak, lebih baik mencari alternatif dengan risiko lebih rendah. Prinsip utama investasi adalah melindungi modal terlebih dahulu sebelum mengejar keuntungan.
Investor yang memahami Debt To Equity Ratio akan memiliki pandangan yang lebih jernih terhadap struktur modal dan kemampuan perusahaan bertahan dalam tekanan ekonomi. Mereka tidak mudah tergoda oleh greed, dan tidak mudah goyah oleh fear.
Pada akhirnya, investasi bukan hanya tentang mengejar cuan cepat, tapi tentang membangun kekayaan secara berkelanjutan dengan dasar analisis yang solid.
Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.
© 2025, magang. All rights reserved.