Sentimen publik negatif—yang didorong oleh berita buruk, krisis politik, atau hype ketakutan kolektif—adalah pemicu utama kerugian bagi investor ritel. Ketika pasar dipenuhi narasi negatif, fear yang masif muncul, mendorong investor untuk panik menjual aset berkualitas tinggi pada harga yang sangat rendah. Mereka mengikuti arus massa, mengabaikan fakta bahwa
Bagi investor muda atau pemula, pasar modal seringkali diasosiasikan dengan volatilitas harga, mengejar capital gain besar, dan mencari saham yang harganya meledak dalam semalam. Mereka didorong oleh greed yang tak sabar, sering kali membeli saham spekulatif karena tergiur return tinggi, mengabaikan risiko fundamental. Fokus utama mereka adalah harga
Penurunan pasar yang cepat (market crash atau koreksi tajam) adalah ujian terberat bagi mental setiap investor. Ketika harga saham anjlok 5% hingga 10% dalam sehari, fear yang masif dan kolektif segera menyebar. Investor ritel seringkali merasakan dorongan psikologis yang tak tertahankan untuk segera menjual aset mereka (cut loss),
Pasar modal bergerak dalam siklus, namun banyak investor ritel gagal mempelajari sejarah ini. Mereka didorong oleh greed yang berfokus pada return saham yang sedang populer hari ini, atau sebaliknya, diliputi fear yang reaktif ketika IHSG terkoreksi. Mereka lupa bahwa pola pergerakan IHSG dari tahun ke tahun—terutama yang terkait
Bagi investor pemula, pasar modal sering terasa seperti kasino yang memusingkan. Mereka didorong oleh greed untuk mencari shortcut dan cuan cepat, sering kali langsung terjun membeli saham tanpa bekal pengetahuan dasar. Mereka mengikuti rekomendasi buta dari media sosial atau teman, mengabaikan pentingnya analisis. Greed ini adalah akar dari
Mayoritas investor ritel cenderung hanya fokus pada hal-hal mikro: harga saham harian, laporan keuangan emiten tunggal, atau berita perusahaan. Mereka mengabaikan kekuatan besar di balik pergerakan pasar: analisis makroekonomi (IHSG, suku bunga, inflasi, tren global). Ketika terjadi perubahan makro mendadak (seperti kenaikan suku bunga bank sentral), mereka dilanda