Ketidakstabilan ekonomi global selalu menjadi ujian bagi para investor, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru terjun ke pasar. Ketika suku bunga bergerak naik, inflasi melemahkan daya beli, atau ketegangan geopolitik memicu volatilitas, banyak orang merasakan situasi yang sama: kebingungan menentukan langkah, takut mengambil keputusan, namun di sisi
Setiap kali memasuki tahun politik, pasar saham memasuki fase yang penuh dinamika. Harga-harga bergerak liar, sentimen cepat berubah, dan investor baru mudah terjebak pada keputusan emosional. Tahun politik selalu menghadirkan dua sisi yang berbeda: sebagian melihatnya sebagai risiko, sementara sebagian lainnya menangkap peluang. Di tengah kondisi seperti ini,
Tidak ada yang lebih mengejutkan bagi investor selain melihat saham favorit mereka tiba-tiba anjlok. Dalam satu hari, harga yang sebelumnya stabil bisa berubah drastis, memicu kepanikan dan kebingungan. Dalam situasi seperti ini, fear mendominasi, membuat investor tergesa-gesa menjual tanpa berpikir panjang. Sebaliknya, sebagian lainnya terjebak greed, berharap harga
Banyak investor merasa terlambat setiap kali sebuah saham naik pesat setelah muncul di laporan media besar. Mereka baru mengetahui potensi suatu emiten ketika sudah menjadi pembicaraan publik, sementara harga sudah berada jauh di atas level ideal. Perasaan tertinggal ini memicu greed, seolah harus segera masuk meski risikonya tinggi.
Setiap investor pernah mengalami keraguan saat melihat pasar bergerak tiba-tiba. Grafik naik ketika mereka baru saja menjual, atau harga mulai merangkak setelah lama stagnan. Dalam situasi seperti ini, emosi fear membuat investor takut masuk terlalu cepat, sementara greed membuat mereka khawatir tertinggal peluang. Ketidakpastian itu menciptakan dilema klasik: