Fase pemulihan pasar, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai bangkit dari bearish market atau koreksi dalam, adalah momen yang paling krusial sekaligus penuh jebakan bagi investor. Saat IHSG menunjukkan sinyal hijau, greed untuk mendapatkan return cepat segera muncul, mendorong investor ritel untuk membeli saham apapun yang
Bagi sebagian besar investor, dividen adalah perwujudan dari greed yang stabil—pendapatan pasif yang menggiurkan. Namun, euforia seputar pembagian dividen seringkali memicu perilaku spekulatif yang berujung pada kerugian. Banyak investor ritel berbondong-bondong membeli saham menjelang tanggal Cum Date (tanggal pencatatan untuk mendapat dividen), didorong harapan mendapatkan return ganda: dividen
Pasar modal bergerak cepat dan dipenuhi oleh desas-desus. Mayoritas investor ritel seringkali mengambil keputusan berdasarkan insting, rekomendasi tanpa dasar, atau hanya sekadar melihat kenaikan harga harian. Perilaku impulsif ini adalah wujud nyata dari greed yang tak sabar, yang berujung pada pembelian saham tanpa pemahaman mendalam tentang nilai perusahaan.
Setiap trader atau investor mendambakan kemampuan untuk mengidentifikasi saham di awal pergerakan harga signifikan, sebelum euforia pasar (yang dipicu oleh greed) mulai terbentuk. Sayangnya, banyak investor ritel cenderung hanya fokus pada pergerakan harga (candlestick) dan mengabaikan Volume Transaksi, yang merupakan indikator fundamental psikologi pasar. Mereka baru tertarik membeli
Di pasar modal, sebagian besar investor ritel cenderung bereaksi secara instan terhadap berita harian atau pergerakan harga. Mereka membeli saat pasar mencapai puncak euforia karena dorongan greed (tahap bullish) dan menjual saat pasar ambruk karena kepanikan fear (tahap bearish). Perilaku reaktif ini seringkali membuat mereka membeli mahal dan
Tingginya inflasi adalah hantu yang paling menakutkan bagi investor. Inflasi memiliki kemampuan untuk mengikis nilai riil aset dan daya beli uang tunai secara diam-diam. Ketika inflasi melonjak tinggi, investor ritel seringkali panik (fear), takut bahwa imbal hasil investasi mereka tidak akan mampu mengalahkan kenaikan harga-harga. Kepanikan ini mendorong