Krisis global sering membuat investor panik. Harga saham turun drastis, nilai portofolio menurun, dan sentimen pasar penuh ketidakpastian. Investor pemula biasanya terdorong fear dan langsung menjual saham, sementara sebagian lain terseret greed saat ada rumor saham murah. Namun, investor berpengalaman memahami bahwa krisis juga merupakan momen refleksi dan kesempatan. Pertanyaannya adalah: bagaimana cara mengatur ulang portofolio secara cerdas agar tetap bertahan dan bahkan memanfaatkan peluang saat pasar global sedang tidak stabil?
Saat krisis, pasar saham biasanya sangat volatil, terpengaruh oleh faktor eksternal seperti perang dagang, kenaikan suku bunga global, inflasi tinggi, atau resesi ekonomi. Misalnya, ketika krisis keuangan global 2008 terjadi, banyak saham blue-chip turun hingga 50–70%, sementara investor yang panik kehilangan nilai investasi secara signifikan. Sebaliknya, mereka yang memiliki strategi jelas memanfaatkan koreksi untuk membeli saham fundamental yang undervalued. Investor profesional selalu melihat krisis sebagai fase sementara, bukan akhir dari investasi.
Investor cerdas memulai pengaturan ulang portofolio dengan evaluasi risiko dan alokasi aset. Mereka menilai kembali distribusi saham, obligasi, dan instrumen likuid untuk memastikan profil risiko sesuai dengan toleransi pribadi. Misalnya, saham sektor teknologi mungkin turun lebih tajam dibanding sektor konsumsi dasar. Dengan diversifikasi yang baik, investor mampu menahan dampak volatilitas dan tetap menjaga nilai portofolio. Mereka memahami bahwa keputusan impulsif karena fear dapat mengakibatkan kerugian jangka panjang.
Selain itu, investor berpengalaman selalu memeriksa fundamental perusahaan sebelum melakukan perubahan. Saham dengan laporan keuangan sehat, arus kas positif, dan utang terkendali cenderung bertahan atau pulih lebih cepat setelah krisis. Investor pemula terkadang hanya mengikuti tren harga turun, tanpa menilai kualitas bisnis. Contohnya, perusahaan konsumsi besar di Indonesia tetap stabil selama pandemi karena permintaan tetap ada, sementara saham spekulatif turun drastis. Mengetahui perbedaan ini memungkinkan investor membuat keputusan rasional, bukan reaktif.
Strategi selanjutnya adalah memanfaatkan peluang beli. Saat krisis, beberapa saham berkualitas dijual murah oleh investor yang panik. Investor profesional memanfaatkan momen ini untuk menambah posisi pada saham undervalued. Mereka menggunakan indikator teknikal sederhana seperti support dan resistance, moving average, atau RSI, tapi selalu dipadukan dengan analisis fundamental. Dengan pendekatan ini, mereka bisa mengurangi risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan saat pasar pulih. Greed diarahkan menjadi strategi investasi yang terukur, bukan spekulasi buta.
Manajemen psikologi menjadi kunci dalam krisis. Investor profesional tahu bahwa pasar tidak stabil, dan fluktuasi jangka pendek adalah normal. Mereka menjaga disiplin dengan mematuhi strategi alokasi aset dan tidak mengikuti hype atau rumor. Investor yang panik sering menjual di titik terendah, sementara mereka yang sabar melihat koreksi sebagai peluang. Kesabaran dan kontrol emosi ini membedakan investor sukses dari yang mudah terpengaruh fear.
Diversifikasi internasional juga menjadi strategi penting. Investor profesional tidak hanya mengandalkan pasar domestik; mereka menyebarkan investasi ke pasar global, obligasi pemerintah, emas, atau reksa dana luar negeri. Dengan begitu, risiko terpusat di satu pasar dapat diminimalkan. Misalnya, saat IHSG turun karena ketidakpastian global, portofolio yang memiliki sebagian aset di pasar stabil atau komoditas bisa menahan kerugian, menjaga kestabilan portofolio, dan memberi kesempatan untuk melakukan rebalancing.
Terakhir, rebalancing portofolio secara berkala adalah langkah yang tidak boleh diabaikan. Investor profesional menyesuaikan proporsi aset sesuai perubahan kondisi pasar dan tujuan investasi. Mereka menilai kembali alokasi saham, obligasi, dan instrumen likuid, serta mengoptimalkan portofolio untuk memanfaatkan peluang tanpa mengorbankan profil risiko. Rebalancing bukan reaksi panik, tetapi tindakan strategis yang direncanakan. Hal ini membantu mengontrol greed dan fear, serta menjaga kestabilan pertumbuhan jangka panjang.
Kesimpulannya, krisis global bukan alasan untuk panik atau mengikuti tren sesaat. Investor profesional mengatur ulang portofolio dengan mengevaluasi risiko, memeriksa fundamental saham, memanfaatkan peluang beli, dan menjaga disiplin psikologi. Diversifikasi dan rebalancing menjadi kunci untuk menghadapi volatilitas, sementara kesabaran memungkinkan mereka mengambil keputusan rasional. Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.
© 2025, magang. All rights reserved.