Setiap investor pasti pernah mengalami momen ketika grafik portofolionya menurun tajam. Rasa panik, takut rugi, dan keinginan untuk segera menjual semua aset sering kali muncul bersamaan. Dalam kondisi seperti itu, emosi biasanya mengambil alih logika. Banyak yang menjual saham di harga terendah, hanya untuk melihat harganya kembali naik beberapa minggu kemudian. Fenomena ini bukan hal baru — setiap kali pasar terguncang, pola “fear selling” selalu berulang.

Namun, bagi sebagian investor yang tenang dan disiplin, kondisi pasar menurun justru menjadi peluang emas. Mereka tidak panik, tidak terburu-buru mengambil keputusan, dan justru memperkuat posisi pada aset berkualitas. Lalu apa yang membedakan mereka dari investor lain? Jawabannya ada pada satu hal mendasar: kemampuan mengelola risiko.

Mengelola risiko bukan sekadar tahu kapan harus membeli atau menjual. Ini adalah seni memahami keterbatasan diri, kondisi pasar, dan tujuan jangka panjang investasi. Pasar yang menurun bukan musuh, melainkan ujian mental dan strategi yang menentukan apakah seseorang layak disebut investor sejati. Pertanyaannya: bagaimana strategi yang tepat untuk menghadapi penurunan pasar tanpa kehilangan arah?

Ketika pasar global bergejolak, baik karena kenaikan suku bunga, ketegangan geopolitik, atau penurunan permintaan konsumen, sentimen negatif cepat menyebar ke semua lini investasi. IHSG bisa terkoreksi signifikan, bahkan saham-saham unggulan tidak luput dari tekanan jual. Dalam situasi seperti ini, investor pemula cenderung bereaksi berlebihan, menganggap kejatuhan harga sebagai tanda kehancuran total. Padahal, bagi investor berpengalaman, inilah saat di mana disiplin dan logika diuji.

Pasar keuangan tidak bergerak secara linier. Ia berayun antara greed (keserakahan) dan fear (ketakutan). Ketika greed mendominasi, harga naik terlalu cepat; ketika fear berkuasa, harga jatuh terlalu dalam. Di sinilah risiko muncul: bukan karena pasar itu sendiri, tetapi karena reaksi manusia terhadap perubahan pasar. Dalam setiap siklus, investor yang mampu menahan emosi dan tetap berpegang pada rencana jangka panjang biasanya keluar sebagai pemenang.

Salah satu kesalahan umum adalah mengabaikan diversifikasi. Banyak investor menumpuk dana di satu sektor yang sedang “booming” — seperti teknologi atau komoditas — tanpa memikirkan risiko sistemik. Ketika sektor tersebut terkoreksi, seluruh portofolio ikut tenggelam. Padahal prinsip dasar manajemen risiko justru terletak pada penyebaran aset: kombinasi saham, obligasi, dan instrumen pasar uang yang sesuai profil risiko pribadi.

Selain diversifikasi, memahami likuiditas juga penting. Investor sering kali terjebak pada aset yang sulit dijual saat krisis. Saat panic selling terjadi, likuiditas menjadi faktor penentu siapa yang bisa bertahan. Portofolio yang sehat harus selalu memiliki cadangan kas agar fleksibel menghadapi peluang dan tekanan pasar. Menjual aset di tengah penurunan besar sebaiknya bukan pilihan utama — kecuali untuk menata ulang strategi.

Strategi berikutnya adalah disiplin dalam menerapkan stop loss dan target profit. Banyak investor mengabaikan dua hal ini dengan alasan “menunggu harga kembali”. Sayangnya, pasar tidak selalu berbalik cepat. Disiplin pada batas kerugian adalah bentuk perlindungan modal yang paling mendasar. Investor sukses tahu bahwa kehilangan sebagian kecil jauh lebih baik daripada kehilangan semuanya.

Selain itu, investor yang bijak juga menjaga ekspektasi realistis. Mereka tidak berharap keuntungan besar setiap bulan, melainkan stabilitas jangka panjang. Mereka mengerti bahwa volatilitas adalah bagian dari perjalanan investasi, bukan tanda kegagalan. Dengan cara berpikir ini, keputusan diambil berdasarkan data dan strategi, bukan perasaan sesaat.

Menariknya, banyak investor profesional justru menambah posisi saat pasar turun — tetapi dengan perhitungan matang. Mereka tidak sekadar “beli murah”, melainkan melakukan analisis fundamental dan teknikal untuk mencari nilai intrinsik. Mereka tahu bahwa setiap penurunan harga memiliki penyebab, dan tidak semua harga murah berarti kesempatan baik. Rasionalitas menjadi kunci di tengah ketidakpastian.

Pada akhirnya, strategi mengelola risiko adalah tentang menjaga diri dari dua musuh utama dalam investasi: greed dan fear. Keduanya bisa menggagalkan rencana terbaik jika tidak dikendalikan. Risiko tidak bisa dihapus, tapi bisa dikelola. Dengan disiplin, diversifikasi, dan kesabaran, investor bisa melewati badai pasar tanpa kehilangan arah.

Pasar yang menurun tidak selalu berarti kerugian — bisa jadi itu awal dari peluang baru. Investor yang bertahan bukanlah yang paling pintar, tapi yang paling tenang dan konsisten menjalankan strategi.

Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.

© 2025, magang. All rights reserved.

Artikel Lainnya oleh Tim editor emiten.com

Leave a Comment

Startup yang terus berkomitmen tingkatkan kualitas ekosistem pasar modal Indonesia

PT APLIKASI EMITEN INDONESIA