Banyak investor pemula terjebak dalam pola pikir cepat kaya, terutama ketika melihat saham tertentu naik puluhan persen dalam waktu singkat. Rasa greed muncul secara alami, membuat investor lupa bahwa pergerakan ekstrem seringkali tidak didukung fundamental apa pun. Di sisi lain, ada pula yang membeli saham tersebut karena takut ketinggalan momentum, meski sebenarnya muncul rasa fear saat melihat volatilitasnya. Dua emosi ini sering menjadi pintu masuk menuju kerugian besar.
Pasar modal Indonesia memiliki karakter unik, termasuk keberadaan saham berkapitalisasi kecil yang mudah digerakkan dalam waktu singkat. Inilah yang kemudian disebut sebagai saham gorengan, yaitu saham yang naik karena spekulasi, bukan karena kinerja perusahaan. Banyak investor yang terjebak karena tergoda oleh grafik agresif, padahal kenaikan tersebut sering diatur oleh pihak tertentu yang memiliki jumlah saham besar. Ketika fase distribusi dimulai, harga tiba-tiba jatuh tajam dan investor ritel menjadi korbannya.
Fenomena saham gorengan sudah berulang selama bertahun-tahun. Setiap kali terjadi, narasinya hampir sama: harga naik cepat, muncul euforia, lalu investor ritel masuk dalam jumlah besar. Namun, ketika harga berbalik turun, panic selling terjadi dan modal hilang dengan cepat. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: bagaimana cara mengenali dan menghindari saham seperti ini sebelum terlambat?
Memahami karakteristiknya menjadi langkah awal agar investor tidak sekadar ikut arus. Karena pada akhirnya, investasi yang sehat tidak dibangun dari spekulasi ekstrem, tetapi dari pemahaman rasional tentang data dan risiko.
Masuk ke inti analisis, ciri pertama saham gorengan adalah kapitalisasi pasar yang sangat kecil. Saham dengan kapitalisasi rendah mudah digerakkan karena jumlah dana yang dibutuhkan untuk menaikkan harga tidak terlalu besar. Ketika terjadi kenaikan ekstrem dalam waktu singkat tanpa adanya berita positif atau peningkatan kinerja perusahaan, itu menjadi tanda bahaya bagi investor.
Ciri kedua adalah likuiditas rendah. Volume transaksi harian yang kecil sangat rentan dimanipulasi. Ketika transaksi tiba-tiba melonjak, investor sering keliru menganggapnya sebagai minat beli. Namun, lonjakan tersebut bisa jadi hanya gerakan dari sekelompok kecil pelaku pasar. Akibatnya, ketika investor ritel masuk, mereka kesulitan keluar karena tidak ada cukup pembeli di harga yang diinginkan.
Ketiga, perhatikan volatilitas harga yang tidak wajar. Jika dalam beberapa hari harga bisa naik 15–30% tanpa katalis yang jelas, dan keesokan harinya turun dengan pola yang sama, itu adalah pola klasik saham gorengan. Pergerakan yang tidak konsisten dengan kondisi fundamental perusahaan merupakan indikator manipulasi pasar.
Selain itu, kelemahan laporan keuangan juga menjadi faktor penting. Saham gorengan sering berasal dari perusahaan dengan pendapatan rendah, laba tidak stabil, atau bahkan mengalami kerugian. Minimnya transparansi manajemen dan kurangnya aktivitas bisnis yang solid membuat saham-saham seperti ini semakin berisiko. Investor profesional jarang masuk ke saham jenis ini karena tidak memenuhi standar fundamental yang layak.
Dalam konteks psikologi pasar, saham gorengan memanfaatkan ketidakseimbangan antara greed vs fear. Para pelaku yang menggerakkan harga memahami hal ini dan memanfaatkan euforia untuk menarik investor ritel. Ketika momentum naik mencapai puncak, mereka melepas saham dalam jumlah besar sehingga terjadi kejatuhan drastis. Investor yang tidak siap akhirnya panik dan menjual di posisi rugi.
Masuk ke bagian solusi, strategi utama untuk menghindari saham gorengan adalah fokus pada fundamental perusahaan. Periksa laporan keuangan, kinerja pendapatan, serta tingkat utang perusahaan. Jika tidak ada pertumbuhan yang signifikan, sementara harga saham naik agresif, itu adalah tanda bahwa kenaikan tidak terkait dengan performa bisnis.
Langkah kedua adalah memantau likuiditas harian. Pilih saham dengan volume transaksi stabil dan rasional. Saham dengan volume rendah lebih rentan dimanipulasi. Dengan berfokus pada saham yang memiliki nilai transaksi besar, investor dapat menghindari jebakan penurunan harga yang dalam saat ingin menjual.
Langkah ketiga adalah menerapkan aturan manajemen risiko. Hindari menempatkan porsi modal besar pada saham berisiko tinggi. Jika tetap ingin mencoba, lakukan diversifikasi dan batasi eksposur. Namun, bagi investor pemula, lebih baik menghindari saham jenis ini sepenuhnya dan fokus pada saham berfundamental kuat yang memberikan nilai jangka panjang.
Pada akhirnya, menghindari saham gorengan bukan hanya soal memilih saham yang aman, tetapi juga soal membangun pola pikir yang disiplin. Investor yang mampu menahan emosi dan berpegang pada logika investasi akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dalam volatilitas pasar.
Kesimpulannya, saham gorengan adalah ancaman bagi investor yang tidak siap secara mental dan analitis. Memahami ciri-cirinya, membatasi risiko, dan fokus pada fundamental adalah kunci untuk menjaga modal tetap aman. Ingatlah bahwa investasi yang sehat tidak dibangun dari spekulasi sesaat, tetapi dari keputusan yang logis dan terukur.
Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.
© 2025, magang. All rights reserved.