Setiap investor pernah mengalami momen di mana pasar terasa tidak menentu. Dalam satu minggu, harga saham bisa melonjak tajam, lalu turun drastis keesokan harinya. Situasi ini sering kali menimbulkan dua emosi utama: greed ketika pasar naik dan fear saat pasar menurun. Keduanya bisa membuat investor bertindak impulsif — membeli terlalu cepat ketika euforia tinggi, atau menjual panik ketika grafik berwarna merah. Di sinilah pentingnya strategi mengatur portofolio multi-aset yang dapat bertahan dalam kondisi volatilitas tinggi.

Banyak investor baru berpikir bahwa diversifikasi berarti memiliki banyak saham. Padahal, diversifikasi sejati berarti memiliki berbagai jenis aset — mulai dari saham, obligasi, emas, hingga reksa dana pasar uang. Tujuannya sederhana: ketika satu kelas aset jatuh, aset lain bisa menahan dampaknya. Dalam dunia investasi profesional, keseimbangan seperti ini disebut sebagai “hedging natural,” cara paling efektif menjaga stabilitas nilai portofolio dalam jangka panjang.

Bayangkan seorang investor yang hanya memegang saham teknologi selama masa pandemi. Ketika e-commerce dan sektor digital melonjak, portofolionya mungkin tumbuh pesat. Namun, begitu suku bunga naik dan investor global mulai menjual aset berisiko, nilainya turun tajam. Sementara itu, mereka yang memiliki campuran antara saham defensif, obligasi, dan emas justru mampu menjaga nilai portofolio tetap stabil. Situasi ini menunjukkan pentingnya perencanaan dan struktur multi-aset yang matang.

Volatilitas pasar adalah hal yang tak bisa dihindari. Kenaikan suku bunga global, gejolak geopolitik, atau perubahan nilai tukar rupiah dapat menggerakkan pasar dalam arah yang sulit ditebak. Namun, investor yang disiplin memahami bahwa volatilitas bukan musuh — melainkan bagian alami dari siklus investasi. Mereka tahu bahwa pasar akan selalu bergerak dalam gelombang, dan tugas mereka adalah mengelola risiko, bukan melawannya.

Strategi pertama yang harus diterapkan adalah membagi portofolio berdasarkan tujuan dan jangka waktu investasi. Untuk tujuan jangka pendek seperti dana darurat atau pembelian rumah, investor bisa menempatkan dana di instrumen rendah risiko seperti deposito atau reksa dana pasar uang. Sementara untuk jangka panjang seperti pensiun, saham dan obligasi jangka panjang bisa menjadi pilihan ideal. Dengan membagi portofolio sesuai horizon waktu, tekanan emosi akibat fluktuasi harga bisa diminimalkan.

Strategi kedua adalah menerapkan prinsip asset allocation yang fleksibel. Komposisi aset tidak harus statis, tetapi dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan profil risiko pribadi. Ketika pasar saham sedang euforia, investor cerdas akan menambah porsi aset defensif. Sebaliknya, saat pasar tertekan dan valuasi murah, mereka bisa menambah porsi saham berkualitas. Pendekatan dinamis ini memungkinkan portofolio tumbuh stabil tanpa terlalu bergantung pada satu momentum pasar.

Selain itu, penting juga memahami korelasi antar aset. Emas misalnya, sering kali bergerak berlawanan arah dengan saham. Ketika pasar ekuitas turun, harga emas cenderung naik karena dianggap sebagai aset lindung nilai. Begitu pula dengan obligasi pemerintah yang biasanya menguat ketika investor global mencari aset aman. Dengan memanfaatkan hubungan antar aset ini, investor dapat menciptakan keseimbangan alami yang menjaga portofolio tetap kuat di tengah gejolak ekonomi.

Investor profesional juga selalu memantau rasio risiko terhadap imbal hasil (risk-reward ratio) sebelum menambah atau mengurangi posisi. Mereka tidak terfokus pada potensi keuntungan semata, tetapi juga menghitung seberapa besar kerugian yang siap ditanggung. Prinsip ini menjaga mereka tetap rasional, tidak terbawa euforia ketika pasar sedang bullish, dan tidak panik saat bearish. Dalam dunia investasi, ketenangan seperti ini adalah tanda kedewasaan finansial yang sesungguhnya.

Namun, strategi terbaik tidak akan efektif tanpa disiplin mental. Investor harus mampu menahan diri dari godaan untuk “mengejar” tren pasar. Ketika media dan grup investasi ramai membicarakan saham tertentu, investor bijak justru berhenti sejenak, meninjau kembali data dan fundamental. Mereka tahu bahwa kebanyakan keputusan impulsif lahir dari keinginan cepat kaya — dan itulah jebakan psikologis yang berulang kali menghancurkan portofolio.

Sebuah portofolio yang tahan volatilitas bukanlah hasil keberuntungan, melainkan buah dari kesabaran dan konsistensi. Investor yang sukses tidak berusaha menebak arah pasar, melainkan memastikan bahwa apapun yang terjadi, nilai portofolionya tetap terjaga. Dengan strategi multi-aset yang solid, volatilitas pasar justru bisa menjadi peluang, bukan ancaman.

Pada akhirnya, investasi yang baik bukan tentang mencari keuntungan tertinggi, melainkan memastikan stabilitas dan pertumbuhan jangka panjang. Seorang investor yang mampu menjaga keseimbangan asetnya tidak hanya bertahan di masa sulit, tetapi juga siap memanfaatkan peluang saat pasar mulai pulih. Itulah kekuatan sejati dari strategi multi-aset — ketenangan dalam ketidakpastian.

Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.

© 2025, magang. All rights reserved.

Artikel Lainnya oleh Tim editor emiten.com

Leave a Comment

Startup yang terus berkomitmen tingkatkan kualitas ekosistem pasar modal Indonesia

PT APLIKASI EMITEN INDONESIA