Ketika pasar global mengalami tekanan mendadak, banyak investor sering panik dan melakukan aksi jual besar-besaran, yang kemudian menimbulkan efek domino di bursa saham domestik. Fenomena ini sering terjadi ketika sentimen negatif dari ekonomi dunia, seperti kenaikan suku bunga Amerika Serikat atau krisis energi, diterjemahkan secara berlebihan oleh investor pemula. Akibatnya, saham-saham yang secara fundamental kuat pun ikut tertekan karena kepanikan pasar. Situasi seperti ini kerap menimbulkan dilema antara rasa takut kehilangan modal dan godaan untuk cepat menjual agar tidak rugi lebih besar. Pertanyaannya adalah, bagaimana seorang investor cerdas menyikapi kondisi ini tanpa terjebak dalam panik yang merugikan?
Realitanya, volatilitas pasar global sering kali lebih besar dibandingkan pergerakan IHSG. Misalnya, ketika indeks Dow Jones jatuh lebih dari 2% dalam satu sesi akibat kekhawatiran inflasi, banyak investor domestik langsung ikut menjual sahamnya, meski laporan fundamental perusahaan lokal menunjukkan kinerja yang stabil. Pola psikologi pasar ini dikenal sebagai “fear contagion”, di mana ketakutan menyebar lebih cepat daripada logika. Investor profesional justru melihat ini sebagai peluang membeli saham yang undervalued, bukan momentum untuk panik.
Dalam kondisi seperti ini, data historis dan indikator ekonomi menjadi senjata utama investor. Mengamati korelasi antar-indeks global dan IHSG dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa efek domino biasanya hanya bersifat sementara. Misalnya, selama krisis keuangan global 2008–2009, IHSG sempat tertekan signifikan, tetapi perusahaan-perusahaan blue chip mampu pulih dalam beberapa bulan setelah volatilitas mereda. Hal ini menunjukkan bahwa analisis fundamental dan ketahanan bisnis lebih penting dibandingkan sekadar mengikuti arus kepanikan pasar. Investor yang cerdas tidak hanya melihat harga saham saat ini, tetapi memahami bahwa greed dan fear adalah dua sisi psikologi pasar yang harus diatur dengan disiplin.
Strategi menghindari efek domino memerlukan pendekatan sistematis. Pertama, investor harus memiliki rencana alokasi portofolio yang jelas, termasuk persentase saham, obligasi, dan instrumen likuid lainnya. Diversifikasi sektor dan negara bisa mengurangi risiko terguncang akibat kepanikan global. Kedua, penting untuk menggunakan stop loss terkontrol hanya pada posisi yang benar-benar tidak sesuai dengan profil risiko. Jangan mudah terprovokasi berita negatif sesaat yang bisa memicu panic selling. Ketiga, menjaga cadangan likuiditas memungkinkan investor memanfaatkan peluang ketika harga saham berkualitas jatuh sementara. Misalnya, saham-saham sektor energi atau perbankan yang fundamentalnya kuat tetapi terdampak sentimen negatif bisa dibeli dengan harga lebih rendah, meningkatkan potensi return di jangka panjang.
Contoh nyata adalah saat pandemi global 2020. Banyak saham unggulan dunia dan lokal terjun bebas dalam beberapa minggu pertama, tetapi investor yang menahan diri dan membeli ketika panik justru mendapat keuntungan signifikan. Hal ini membuktikan bahwa kontrol emosi, bukan keberuntungan semata, menentukan hasil investasi. Investor senior selalu menekankan pentingnya memahami timeline investasi dan tidak terbawa “greed” saat harga sedang naik cepat, atau “fear” saat pasar anjlok. Dengan strategi ini, efek domino bisa diminimalkan dan portofolio tetap bertahan.
Selain itu, menggunakan data dan analisis kuantitatif membantu mengidentifikasi risiko sistemik lebih awal. Misalnya, mengamati indikator makro global seperti inflasi, suku bunga, dan neraca perdagangan memungkinkan investor memprediksi tekanan pasar sebelum efek domino terjadi. Pengamatan ini bukan sekadar prediksi kosong, tetapi kombinasi antara logika, pengalaman, dan data historis. Investor yang disiplin akan memutuskan kapan harus membeli, menahan, atau menyesuaikan portofolio, bukan berdasarkan rumor atau emosi sesaat. Dengan pendekatan ini, investor mengubah ancaman volatilitas menjadi peluang strategis.
Kesimpulannya, menghindari efek domino saat pasar global panik bukan tentang menebak arah pasar, melainkan mengatur strategi investasi secara cerdas dan disiplin. Investor harus memahami psikologi “greed vs fear”, menjaga likuiditas, dan menilai fundamental perusahaan dengan teliti. Setiap keputusan harus didukung data dan analisis, bukan sentimen atau ketakutan sesaat. Dengan pendekatan ini, kepanikan global tidak lagi menjadi ancaman bagi portofolio, melainkan peluang untuk tumbuh lebih stabil.
Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.
© 2025, magang. All rights reserved.