Setiap investor pasti pernah merasakan momen euforia saat portofolio terus menanjak, didorong oleh kenaikan harga saham yang konsisten. Namun, dibalik kegembiraan tersebut, seringkali terselip suara kecil di benak yang memicu rasa fear (ketakutan): “Apakah harga ini sudah terlalu mahal? Kapan koreksi akan datang?” Perasaan ini wajar, apalagi ketika melihat indikator valuasi seperti Price-to-Earning Ratio (PER) dan Price-to-Book Value (PBV) sebuah saham unggulan sudah jauh melampaui rata-rata historisnya. Dalam kondisi seperti ini, dorongan greed untuk terus menahan saham karena potensi untung lebih besar bersaing dengan logika untuk mengamankan keuntungan. Banyak investor ritel sering terjebak dalam dilema ini. Mereka lupa bahwa harga saham yang terus naik tanpa dukungan fundamental jangka panjang pada akhirnya akan mencari titik keseimbangan baru. Mempertahankan posisi saat valuasi sudah overvalue sama saja dengan menempatkan modal di tepi jurang; keuntungan besar bisa didapat, tapi risiko kehilangan modal juga semakin tinggi. Pertanyaannya, bagaimana investor cerdas menyikapi saham yang fundamentalnya masih kuat namun harganya sudah dianggap mahal? Strategi apa yang harus diterapkan untuk memaksimalkan potensi untung sekaligus memitigasi risiko kerugian besar akibat koreksi?

Kondisi overvalue di pasar saham tidak selalu berarti harga akan segera turun. Seringkali, valuasi tinggi terjadi karena adanya ekspektasi pertumbuhan masa depan yang sangat optimis, atau karena likuiditas pasar yang melimpah. Misalnya, di tengah tren suku bunga rendah global dan ekspansi ekonomi pasca pandemi, banyak saham teknologi dan konsumen mencatatkan valuasi premium. Investor global bersedia membayar mahal karena melihat potensi future earnings yang eksponensial, jauh melampaui current earnings perusahaan. Logika investor cerdas memandang kondisi overvalue sebagai peringatan, bukan sinyal untuk panik. Mereka sadar bahwa di pasar yang efisien, harga akan selalu kembali mencerminkan nilai intrinsiknya. Valuasi tinggi adalah cerminan dari psikologi pasar di mana greed sedang mendominasi. Contoh kasus nyata dapat dilihat pada saham-saham blue chip yang sangat likuid. Ketika saham-saham ini menjadi primadona dan terus naik, investor yang tidak berhati-hati akan melakukan pembelian tanpa mempertimbangkan rasio valuasi, hanya mengikuti tren (FOMO). Kesalahan umum yang terjadi adalah investor melupakan konsep Margin of Safety. Saat Margin of Safety menipis—atau bahkan negatif—karena harga yang melambung, risiko investasi menjadi tidak proporsional dengan potensi imbal hasil. Keputusan investasi harus didasarkan pada perhitungan rasional, bukan karena “semua orang sedang beli”. Investor profesional tahu, saat valuasi mulai overvalue, saatnya untuk mulai memutar otak tentang manajemen risiko.

Menghadapi saham yang overvalue menuntut disiplin dan pendekatan terstruktur. Strategi aman yang pertama adalah melakukan rebalancing portofolio secara bertahap. Jika satu saham telah tumbuh melebihi bobot yang ditetapkan (misalnya, menjadi 30% dari total portofolio padahal seharusnya maksimal 20%), saatnya untuk menjual sebagian dan mengalihkan dana ke saham lain yang valuasinya masih wajar. Ini adalah cara praktis mengendalikan greed dan mengamankan keuntungan. Kedua, gunakan Trailing Stop-Loss. Alih-alih menetapkan target harga jual statis, pasang batas kerugian yang bergerak naik seiring kenaikan harga saham. Contohnya, jual saham jika harganya turun 10% dari harga puncaknya. Strategi ini memungkinkan Anda mendapatkan keuntungan maksimal dari tren naik, sambil melindungi modal dari koreksi mendadak. Ini adalah langkah pencegahan terhadap fear yang tiba-tiba muncul saat terjadi penurunan tajam. Terakhir, ubah pola pikir dari fokus pada capital gain jangka pendek menjadi fokus pada kualitas fundamental dan dividen. Jika sebuah saham overvalue namun rutin membagikan dividen yang sehat (dengan yield yang masih menarik relatif terhadap suku bunga), pertahankan posisi Anda sebagai investor jangka panjang yang mencari cash flow, bukan hanya kenaikan harga. Jadilah investor yang terarah dan tenang, yang membuat keputusan berdasarkan analisis data, bukan gejolak emosi.

Investasi cerdas bukanlah soal menghindari koreksi, melainkan tentang bagaimana kita mempersiapkan diri saat koreksi itu datang. Ketika valuasi saham sudah mulai overvalue, kunci utamanya adalah disiplin dalam risk management dan kemampuan menahan diri dari dorongan greed yang buta. Ingat, Margin of Safety adalah prinsip utama dalam investasi yang bijak; jangan biarkan harga mahal menghilangkan keamanan modal Anda. Keputusan peluang pasar yang baik selalu didasarkan pada logika dan probabilitas, bukan pada euforia sesaat. Pantau data dan analisis investasi terkini hanya di emiten.com/info agar tidak tertinggal peluang berikutnya.

 

© 2025, magang. All rights reserved.

Artikel Lainnya oleh Tim editor emiten.com

Leave a Comment

Startup yang terus berkomitmen tingkatkan kualitas ekosistem pasar modal Indonesia

PT APLIKASI EMITEN INDONESIA