Sebelum mencoba untuk melakukan investasi dengan memanfaatkan fasilitas margin pada perusahaan sekuritas, ada baiknya untuk memahami lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan margin call. Margin call merupakan suatu masa ketika nilai-nilai ekuitas yang dimiliki oleh pemodal hampir habis karena berada pada posisi yang didorong oleh faktor-faktor penyebab kerugian. Perlu diketahui, ekuitas merupakan besaran hak yang dimiliki untuk memenuhi segala operasional dalam perusahaan.
Hal yang memicu terjadinya margin call adalah karena munculnya permintaan terhadap pinjaman dana atau margin trading yang diajukan kepada perusahaan sekuritas. Pinjaman dana tersebut tidak dapat dikembalikan dalam tempo waktu yang telah ditetapkan, sehingga menyebabkan perusahaan sekuritas melakukan penjualan paksa (forced sell) terhadap saham yang dimiliki oleh investor yang melakukan margin trading tersebut. Untuk semakin memahami apa itu margin call lebih baik simak terlebih dahulu apa itu margin trading dalam saham. Simak penjelasan di bawah ini ya!
Secara sederhana, margin trading merupakan pinjaman dalam bentuk utang yang diberikan oleh perusahaan sekuritas kepada para pemodal yang hendak melakukan pinjaman dana untuk melakukan transaksi pembelian suatu saham. Pemberian pinjaman tersebut dilakukan dengan pembatasan atau limit tertentu bagi masing-masing investor. Mekanisme dari pencairan pinjaman dilakukan dengan aturan jatuh tempo dalam 5 hari kerja atau yang biasa dikenal T+5.
Contohnya, seorang investor ingin mengajukan margin trading kepada perusahaan sekuritas A dengan pengajuan sebesar Rp.100 juta dan memiliki simpanan dana pribadi pada Rekening Dana Nasabah (RDN) sebesar Rp.150 juta. Pengajuan tersebut dibatasi dengan aturan jatuh tempo yang dilakukan selama T+5 dan harus dikembalikan dengan tambahan bunga yang dihitung secara per hari.
Investor wajib untuk melakukan pelunasan pinjaman maksimal selama 5 hari kerja dan jika pelunasan tidak dilakukan dalam jangka waktu tersebut, maka akan muncul suatu risiko yang dapat menyebabkan margin call yang dapat berujung pada penjualan paksa saham yang dimiliki (forced sell). Forced sell dapat menyebabkan terjadinya kehilangan hak milik atas sebuah aset saham karena ketidakberdayaan dalam melunasi dana pinjaman pada perusahaan sekuritas.
Di saat investor tidak mampu melakukan pelunasan terhadap dana pinjaman, hal yang terjadi selanjutnya adalah pihak perusahaan sekuritas akan melayangkan peringatan selama beberapa kali untuk mengingatkan kewajiban terkait pelunasan dana pinjaman (margin call). Apabila pelunasan tersebut tidak kunjung dilakukan maka dengan kondisi yang sangat memungkinkan perusahaan sekuritas akan melakukan penjualan secara paksa terhadap aset saham yang dimiliki dan dijual dengan harga yang sesuai dan juga berlaku pada pasar saham.
Berbagai konsekuensi akan diterima saat tidak mampu melunasi pinjaman tersebut, antara lain kehilangan hak kepemilikan terhadap aset berupa saham yang telah diinvestasikan selama ini karena hal tersebut dijadikan sebagai jaminan saat melakukan peminjaman dana (margin trading). Selain itu, forced sell yang dilakukan akan berpotensi menyebabkan terjadinya penurunan harga saham yang dimiliki karena harga penjualan disesuaikan dengan kondisi yang tengah terjadi pada pasar saham.
Apabila saham dijual dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian, maka secara otomatis akan mengalami kerugian dan dapat menyebabkan tidak tercukupinya kewajiban pelunasan yang berdampak pada tertimbunnya sisa utang pinjaman serta menyebabkan tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan transaksi kembali dalam pembelian saham sebelum seluruh pinjaman dilunasi.
1. Posisi Trading
Untuk dapat terhindar dari margin call, seorang investor harus membuat batasan terkait posisi trading. Posisi trading disarankan tidak dibuka dalam posisi yang terlalu besar. Perhitungannya adalah semakin posisi trading dilakukan dengan batasan yang minim maka risiko yang akan diterima akan lebih besar. Oleh karena itu, perhatikanlah besaran trading saat berinvestasi karena hal tersebut efektif dalam membantu untuk terhindar dari risiko kerugian.
2. Stop Loss
Dalam investasi, perlu untuk mengelola batasan dalam mengatur stop loss agar tidak mengalami kerugian. Stop loss merupakan usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi kerugian dalam berinvestasi dengan cara menjual saham tersebut apabila harga saham tidak kunjung bergerak naik sesuai dengan keinginan. Jika seorang investor tidak menanggapi secara serius stop loss yang terjadi saat berinvestasi maka akan menimbulkan risiko tinggi karena mampu menghabiskan free margin.
Berinvestasi sejatinya membutuhkan persiapan matang terutama dari segi simpanan dana yang dimiliki. Apabila Anda ingin berinvestasi dan memiliki modal terbatas ada baiknya untuk menyisihkan serta menyimpan uang tersebut dalam batas waktu tertentu hingga terkumpul dan dapat diinvestasikan untuk membeli suatu saham. Disarankan untuk membeli saham dilakukan dengan membatasi diri sesuai kemampuan yang dimiliki dan tidak tergiur dengan keuntungan yang belum pasti diterima dengan meminjam sejumlah dana pada perusahaan sekuritas dengan risiko yang tinggi.
© 2021, Moderator emiten.com. All rights reserved.