Kondisi perekonomian memegang kendali penuh terhadap perkembangan dan kemajuan sebuah negara dan hal tersebut juga menjadi tolok ukur untuk bisa memperhitungkan serta menentukan apakah suatu negara dikategorikan sebagai negara maju, berkembang, atau bahkan tertinggal melalui pertumbuhan ekonominya.
Oleh karena itu, setiap negara berusaha mungkin agar bisa tetap menjaga kestabilan dari nilai pertumbuhan ekonomi agar bisa mencapai kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Namun, di tengah usaha dan berbagai strategi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tentunya terdapat kendala atau tantangan dan hal itu bisa membuat terganggunya stabilitas perekonomian sebuah negara.
Salah satu fenomena yang bisa menjadi alasan utama terkendalanya pencapaian pertumbuhan ekonomi positif adalah resesi. Resesi ekonomi ditandai dengan melemahnya Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal secara berturut-turut.
Indonesia telah beberapa kali mengalami resesi ekonomi dan salah satu fenomena resesi yang paling berdampak besar bagi perekonomian serta kehidupan berbangsa dan bernegara pernah terjadi pada tahun 1998.
Berdasarkan situs resmi dari The Balance, resesi ekonomi diartikan sebagai adanya penurunan berbagai kegiatan ekonomi secara signifikan yang berlangsung selama beberapa bulan secara berurutan.
Pengertian lainnya mengenai resesi ekonomi juga diartikan sebagai perlambatan akibat adanya guncangan (kontraksi) dalam berbagai kegiatan ekonomi, di mana hal tersebut ditandai dengan angka pertumbuhan menunjukkan 0 persen bahkan minus.
Jadi, dapat disimpulkan jika resesi ekonomi berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, di mana hal tersebut dinilai dari berbagai faktor, seperti Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatnya angka pengangguran, penurunan pendapatan, kelesuan ekonomi pada industri ritel dan manufaktur, serta faktor-faktor eksternal meliputi keadaan ekonomi global.
Resesi merupakan permasalahan serius dan pemerintah memegang kendali penuh untuk bisa merealisasikan berbagai strategi agar resesi ekonomi bisa ditekan dan kondisi ekonomi bisa dipulihkan.
Apabila hal tersebut tidak bisa diatasi secara bijak, maka bisa berlangsung lama dan mampu memunculkan permasalahan baru yang disebut sebagai depresi ekonomi.
Untuk menentukan sebuah negara dinilai mengalami resesi ekonomi atau tidak, bisa dilihat dari indikator pengukuran resesi ekonomi. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
1. Merosotnya Pertumbuhan Ekonomi
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak selalu mengakibatkan resesi ekonomi karena hal itu baru bisa dikatakan sebagai resesi apabila pertumbuhan ekonomi mengalami kemerosotan selama dua kuartal berturut-turut dan itu membawa pengaruh negatif bagi kondisi perekonomian di berbagai sektor karena jangkauannya begitu kompleks.
2. Ketidakseimbangan Produksi dan Konsumsi
Ketidakseimbangan antara kegiatan produksi dan konsumsi mampu menyebabkan resesi ekonomi, ini ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat terhadap suatu komoditas dan hal tersebut mendorong terjadinya ketidakseimbangan mengenai ketersediaan barang dan jasa di pasar.
Penawaran produk barang dan jasa tinggi, namun tidak sebanding dengan permintaannya sehingga mampu menimbulkan masalah terhadap siklus ekonomi, sehingga berdampak pada penumpukkan stok produk dan akhirnya produsen mengalami kerugian seiring berjalannya waktu.
Selain itu, apabila nilai permintaan terhadap suatu komoditas cukup tinggi namun tidak diimbangi dengan kegiatan produksi, maka itu dapat menyebabkan timbulnya kelangkaan dalam sebuah negara, sehingga mendorong terjadinya kegiatan impor.
3. Inflasi dan Deflasi yang Tinggi
Inflasi dan deflasi yang tinggi bisa menyebabkan terjadinya resesi ekonomi. Mengapa demikian? Karena saat inflasi terjadi, stabilitas ekonomi terganggu yang ditandai dengan meroketnya harga produk-produk tertentu sehingga tidak semua masyarakat bisa membelinya. Kebutuhan masyarakat menjadi tidak terpenuhi dan menciptakan tidak tercapainya kesejahteraan.
Selain itu, terjadinya deflasi menyebabkan harga-harga di komoditas tertentu mengalami penurunan dan mempengaruhi tingkat pendapatan serta laba bersih perusahaan, sehingga menyebabkan perusahaan mengalami kerugian dan mampu mengancam terjadinya gulung tikar.
4. Angka Pengangguran Melonjak
Apabila angka pengangguran melonjak, maka bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesejahteraan masyarakat karena usaha untuk memenuhi kebutuhan menjadi terkendala. Risikonya tidak hanya diterima oleh masyarakat itu sendiri, tetapi juga negara karena mampu menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi, sehingga berdampak pada timbulnya resesi.
5. Intensitas Kegiatan Impor Tinggi
Kegiatan ekspor dan impor merupakan dua hal yang lumrah dilakukan oleh setiap negara karena dapat saling membantu untuk memberikan cadangan produk di beberapa komoditas tertentu sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya dengan mudah.
Apabila sebuah negara tidak menekan intensitas kegiatan impor, maka bisa berdampak pada munculnya risiko defisit anggaran negara. Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah pemerintah harus mampu memproduksi secara perlahan berbagai komoditas impor agar defisit anggaran semakin bisa ditekan.
Dapat disimpulkan jika sebuah negara baru bisa dikatakan mengalami resesi apabila mengalami penurunan angka pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut. Selain itu, terdapat faktor-faktor lainnya, seperti tingginya kegiatan impor, inflasi dan deflasi, tingginya angka pengangguran, dan sebagainya.
Permasalahan mengenai resesi ekonomi merupakan hal yang begitu penting dan pemerintah harus mampu mengerahkan strategi untuk menyelamatkan serta membuat stabilitas ekonomi kembali seperti semula.
© 2021, Moderator emiten.com. All rights reserved.